Sabtu, 14 Juni 2014

Saatnya Mengakui - Repost

(Untuk semua Bapak yang telah menjadi Bapak terbaik bagi keluarganya)

Aku menulisnya pertama kali di tanggal ini..... "August 7, 2011 at 11:56am"
 
Inilah pertama kali aku mengakuinya. Disela isak tangis, ditemani sesak, kuputuskan untuk mengabadikan pengakuan itu dalam sebuah tulisan.
 
Dan sudah kupublikasikan di blog ini di tanggal ini, Jumat, 08 November 2013.

Tak berharap apapun, hanya ingin berbagi... 
 
Aku tak ingat sudah berapa lama engkau pergi....
Bukan karena aku tak perduli, hanya saja aku tak ingin mengakui bahwa engkau tak akan pernah bersama kami lagi.....
Dan hari ini, lewat tulisan ini, ku kumpulkan keberanian memungut kembali kenangan-kenangan akan engkau yang sejak kepergian mu entah tercecer dimana....
Namun sekali lagi bukan karena aku tak perduli justru karena aku terluka.....
Tak berdarah memang, tapi perih yang ku rasa mampu menyesakkan dada, dan aku masih sulit bernafas....pun sampai saat ini...
Maka.....izinkan aku bercerita tentangmu... pada siapa saja yang sudi mendengarnya sebagai obat untuk sesak ku....
Dan dari sinilah semuanya bermula....
Inilah beberapa kenangan, dalam nanar yang enggan berlalu, ku coba memilahnya satu-satu, samar, tapi masih bisa terbaca....
Berada dibelakangmu, duduk manis, sementara engkau fokus menatap ke depan.....
Ini saat engkau membonceng ku....
Hampir setiap pagi..... sejak SD, SMP, SMA, Kuliah,  bahkan sampai beberapa bulan sebelum kepergianmu untuk selamanya....
Akan ku katakan sekarang.... betapa aku merindukan mu.... rindu untuk berada di boncengan mu lagi....
Cemilan dan kue.....setiap kali terdengar deru mesin motor mu di ujung lorong, kami, kedua putri kecil mu akan berebut membukakan pintu pagar demi menjadi yang pertama mengetahui apa lagi yang engkau bawakan untuk kami hari ini....
Akan ku katakan sekarang....ya....aku memang merindukan mu.... bukan karena cemilan dan kue-kue itu. 
Aku merindukan senyum puas mu ketika kami dengan rakus melahap semuanya....
Engkaulah yang aku rindukan, dan baru ku akui itu sekarang....
Dan aku berhenti di hanya kedua kenangan ini.... untuk melongok lebih dalam dan mengetahui..... masih ada setumpuk kenangan tentang mu yang tak kan cukup tuk ku bagi di sini....
Maka yang perlu mereka tau adalah betapa aku rindu memanggilmu lagi..... "BAPAK"....
Betapa aku bangga memiliki mu karena sejak kecil, yang ku tau, engkaulah pahlawanku, yang kan melakukan apapun, demi melihat senyum di wajah polos kami, kedua putri kecil mu....
Engkau pahlawan.... Engkau lah yang terkuat.... Maka tak pernah sekalipun terlintas di benak ku bahwa engkau bisa sakit.
Aku tak pernah mendengar mu mengeluh.... Maka tak mungkin engkau sakit.... Itu pikirku....
Sampai akhirnya di suatu malam, entah karena apa aku terbangun, samar-samar ku dengar perbincangan mu dengan Ibu....
Malam itu.... Aku sadar. 
Kau bukan Gatot Kaca, juga Bukan Kesatria Baja Hitam.
Engkau hanya seorang Bapak.
Engkau juga bisa sakit....
Dan karena engkau Bapak ku, Pahlawan ku, engkau meminta Ibu untuk merahasiakannya dari kami, kedua putri kecil mu.
"Jangan sampai mereka terganggu", itu kata mu.....
Jadilah aku pun berpura-pura tidak tau bahwa engkau sakit...... Entah karena untuk membuatmu tak mengkhawatirkan kami atau karena aku yang tak bisa menerima bahwa pahlawanku bisa sakit.
Tapi tak mungkin ku tepikan bahwa engkau sudah begitu jauh berbeda.....
Engkau smakin kurus....nampak begitu lemah....dan ringkih....
Aku masih tetap dalam kepura-puraanku.
Aku salah.....aku sadar itu....
Seharusnya aku tak membohongi diriku.... bahwa engkau sehat-sehat saja....
Aku salah.....aku akui itu....
Seharusnya aku tetap di sampingmu berjaga-jaga seumpama kau membutuhkn ku....
Tapi aku salah....aku malah menghindarimu....
Tahukah engkau mengapa?!
Aku takut....sangat takut....terlalu takut....
Engkau pahlawanku, yang terkuat, engkau tak mungkin sakit....tak boleh...
Aku takut....sangat takut....terlalu takut....
Engkau seharusnya tetap kuat....
Aku takut....sangat takut....terlalu takut....
Wajah letih itu....wajah pias itu....
Tubuh lemah itu....tubuh ringkih itu...
Itu bukan Bapak ku.... Bapak ku pahlawan.... Dia kuat.... tak mungkin sakit....
Aku masih terus menyangkal....
Meskipun engkau tak lagi mampu membonceng ku...
Meskipun engkau tak lagi mampu ke kantor....
Meskipun akhirnya engkau hanya mampu berbaring di kamar....
Aku bahkan takut masuk ke kamarmu sekedar untuk menjengukmu.....
Karena engkau tak mungkin sakit..... Aku tak ingin menjenguk orang yang tidak sakit...
Aku masih tetap menyangkal....
Sampai akhirnya aku harus juga masuk ke kamar mu....
Dan kulihat sosok asing itu berbaring di ranjang mu....
Sosok itu bukan bapak ku....
Dia berbeda...benar-benar berbeda....
Aku tak mengenalinya....
Aku semakin ngotot bahwa bukan Bapak ku yang sakit.....
Namun, di saat yang sama aku tau engkau tak akan lama lagi bersama ku....
Aku merasa bahwa engkau akan pergi jauh.....
Dan bodohnya aku.....aku masih tetap dengan penyangkalan ku, bersikeras bahwa engkau baik-baik saja...
Akhirnya, engkau pun diharuskan dirawat di rumah sakit....
Dan akupun terpaksa mengatakan bahwa kau memang sakit....
Tapi aku masih takut....sangat takut....terlalu takut....
Sempat aku hanya memandangimu dari jauh....
Mengamati mu yang hanya mampu menggumam dengan mata terpejam....
Tak juga ku beranjak mendekatimu....
Diam.....diam.....hanya diam....
Dan entah mengapa dalam diam itu aku merasa harus menyampaikan kata selamat tinggal padamu....
Namun....aku tak sanggup....benar-benar tak sanggup.....
Sampai tibalah saat itu....
Ku lihat Ibu ku menangis....meraung....tak pernah sebelumnya....
Ku pandangi wajahmu yang tampak begitu letih....
Ku lirik adik ku yang mulai gusar....
Ku beranikan diriku .... menghampirimu .... meraih tangan mu.... dingin .... lembab ....lengket ....
Ku elus tangan itu....tanpa suara.... masih dalam diam....
Ada perih yg teramat sangat di sini, Bapak,....di dada.....
Aku tak mampu mengucapkannya.......
Maka cukup dalam hati saja......
"Aku rela, Pak. Kalau engkau merasa tidak kuat....engkau bisa pergi sekarang... Aku janji.... Aku yang akan menjaga mereka"
Apakah kau dengar itu, Pak?!.....
Itu janji ku padamu.
Maka, aku harus kuat....
Untuk Ibu dan adik ku....
Maka aku tak mau menangis....
Tak boleh ada air mata dihadapan mereka karena aku memutuskan akulah yang harus kuat....
Namun....di tengah malam, saat aku tak bisa tidur, di sebuah bangku ruang tunggu,
Dan kuyakin semua sudah terlelap.... memandangi wajah polos adik ku yang tengah tertidur. Dia mungkin belum sanggup kehilanganmu, Bapak.....
Aku tak mampu lagi memendamnya....
Akhirnya, aku menangis, Bapak....
Maafkan aku....
Tapi....
Izinkan aku untuk sekali ini saja....
Biarlah ku habiskan rasa sakit ini dulu, lalu akan ku tepati lagi janji ku padamu.
Maka, jadilah aku menangis, bersedu sedan.....
Untunglah hanya sahabatku, yang juga ikut menungguimu, yang terbangun malam itu.
Engkau hebat, Bapak, sahabat ku pun tak ingin kau pergi...dan kami pun menangis bersama....
Tapi....aku benar-benar rela jikalau memang kau sudah tidak kuat.... 
Pergilah....dan kan ku hapus juga air mata ku....
Dan tetap ku jaga janjiku.....
Aku rela.....
Dalam shalat ku di malam di saat aku memutuskan untuk kembali ke rumah, malam terakhir aku melihat mu bernafas, aku meminta lagi pada-Nya Sang Pemilik Ruh...
"Kalau memang Engkau mau mengambilnya sekarang, ambillah. Jikalau itu yang terbaik buatnya, kami rela. Kami akan kuat"
Lalu, aku pun pamitan padamu. 
Kau tampak segar saat itu.
Mereka bilang bahwa kau akan baik-baik saja, jadi aku boleh pulang dulu.
Tapi.... sambil menggenggam tanganmu.... entah mengapa aku merasa bahwa inilah genggaman terakhir. Namun, bodohnya aku, akupun tetap pulang....
Keesokan harinya.... Mentari pagi pun belumlah terbit
Ku dengar dering telepon....
Aku tau.... Engkau telah pergi....
Dan benar....itulah yang terakhir karena engkau tak kan kembali lagi....
Maafkan aku karena aku tak berada di sana, di sampingmu, saat tarikan nafas terakhirmu....
Maafkan aku.... Bapak.
Adikku menangis...pilu....
Sakit....teramat sakit....tapi bukankah aku berjanji padamu, Bapak, aku akan menjaga mereka?!
Maka ada yang harus kuat....
Aku merengkuhnya dalam pelukanku, membelai kepalanya.... tanpa suara....
Mengapa?! Karena kuputuskan akulah yang harus kuat....
Aku menepati janji ku, Bapak....
Aku kuat....
Tangisku tanpa suara.....
Namun...tau kah engkau Bapak?!
Aku tak sekuat itu....
Sampai saat ini, aku tak pernah benar-benar mengakui bahwa kau telah pergi....tak kan bersama kami lagi....
Aku tak sekuat itu....
Aku merindukan mu...
Masih amat sangat merindukan mu
Mengapa?! 
Karena....., tanpa menepikan keberadaan adik tersayangku, seingatku, aku lah yang paling dekat dengan mu.... 
Dalam laporan ingatan yang kutemukan di ujung memoriku, engkau selalu hadir di sana....
Dan salah ku lah, aku tak pernah berterima kasih untuk itu....
Izinkan aku mengatakannya sekarang.....
TERIMA KASIH, BAPAK......
Aku mencintai mu.....
Aku merindukan mu.....