Jumat, 16 Januari 2015

Melayang


Kakimu mungkin hanya sesekali menapak di tanah.
Selayaknya layangan, inginmu adalah terbang ke langit luas.
Mungkin karenanyalah semua inginku sulit tuk kau dengar.
Suaraku tersamar hembusan angin di atas sana.


Tidakkah kau lihat tanganku?
Memerah dan nyaris berdarah.
Benang pengikatmu melukaiku.
Lelah menarikmu tuk tetap dalam jangkauanku, haruskah melepasmu?

Katamu kau tidak ingin kehilangan aku.
Katamu hanya aku yang kau mau.
Tapi pernahkah kau benar-benar menengok ke bawah?
Terasa kah perih ini bagimu?

Kau terlalu sibuk mengawasi arah angin untuk menstabilkan keberadaanmu.
Kau terlalu mengkhawatirkan layangan lain yang terbang jauh lebih tinggi darimu.
Kau terlalu takut pada benang lain yang mungkin saja memotong ceritamu.
Tidakkah kau lihat betapa aku berjuang tuk tetap membuatmu melayang?

Dan sekarang... ketika tanganku benar-benar terluka.
Kau bilang mungkin kau ingin pemegang benang yang baru.
Yang bertangan mulus, yang bisa memegang benangmu tanpa meringis.
Yang tidak perlu kau khawatirkan karena pastilah dapat menjagamu tetap di atas.

Lalu.... menurutmu aku harus bagaimana?
Tidak bolehkah aku kecewa?
Salahkah jika aku menangis?
Dosakah bila aku marah?

Kau egois...
Kau pengecut...
Kau pecundang...
Kau penjahat...

Mungkin aku sudah lelah.
Aku berhenti, melayanglah yang jauh.
Aku takkan lagi bermain dengan layang-layang.
Aku akan menemukan seorang ksatria.